Rabu, 16 April 2014

Struktur Pengkajian Ilmiah

SK Try Out

SK Penerima Tunjangan Profesi Khusus bagi Guru PNS Kab.Bantaeng Sulawesi Selatan Tahun 2014

SK tunjangan Profesi guru
Link download SK Tunjangan Profesi Guru tahun 2014 Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan :
Download di sini 

Karangan Ilmiah

karangan ilmiah



A.       Pengertian Karangan Ilmiah
            Karangan Ilmiah adalah karangan atau tulisan yang disusun dengan metode ilmiah  yakni metode yang didasarkan cara berpikir yang sistematis dan logis. Masalah-masalah  yang disajikan di dalamnya adalah masalah yang objektif dan faktual. Keobjetifan dan kefaktualan suatu masalah turut ditentukn  oleh topik masalah. Sebagai contoh, bila kita menemukan
bacaan yang bertopik “transmigrasi sebagai upaya pemerataan penduduk”, sekilas kita sudah dapat menebak bahwa tulisan tersebut merupakan jenis karangan ilmiah. Lain halnya jika topiknya “prahara para transmigran”. Topik yang terakhir berkemungkinan untuk dianggap sebagai karangan ilmiah atau karangan non ilmiah (fiksi), bergantung kepada isi pembahasan topik. Bila hal-hal yang dikemukanan dalam topik tersebut adalah sesuatu yang benar-benar terjadi, tilisan tersebut diklasifikasikan ke dalam karangan ilmiah. Namun, bila yang diungkapkan adalah hal-hal yang imajinatif, tulisan tersebut diklasifikasikan ke dalam karangan nonilmiah atau fiksi.

            Karangan imiah mengutamakan aspek rasionalitas dalam pembahasannya. Untuk membuktikannya diperlukan objektivitas dan kelengkapan serta kebenaran yang tak terbantahkan atas data. Berdasarkan contoh di atas , misalnya untuk memperkuat pernyataan “jumlah transmigran semakin menurun”, penulis perlu membuktikannya dengan data statistik tentang angka penurunan tersebut.
 
            Karangan ilmiah harus bersifat impersonal, berbeda dengan sebuah novel yang pengarangnya bisa ber-aku, kamu, dan dia. Kata ganti yang digunakan ilrniah harus bersifat universal, yakni “ilmuwan”, bukan “saya”. Kalimat yang disarankan adalah kalimat pasif. Oleh karena itu, tidak dibenarkan seorang penulis menyatakan proses pengumpulan data dengan kalimat seperti “Saya bermaksud mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner”. Kalimat yang harus digunakan, misalnya, “Data akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner.”. Dalam hal ini, pengumpul data adalah seorang ilmuwan atau peneliti yang dinyatakan secara tersirat.

            Karangan ilmiah memerlukan kelugasan dalam pembahasannya. Oleh karena itu, penggunaan kata dan kalimat yang bermakna ganda harus dihindari. Makna yang terkandung di dalam kata atau istilah juga harus diungkapkan secara eksplisit untuk mencegah timbulya pemberian makna yang berbeda dan untuk menyamakan persepsi antara penulis dan pembaca. Misalnya, jika dalam karangan digunakan kata frase dan clausa, penulis harus menjelaskan arti kedua kata itu sebelum melakukan pembahasan yang lebih jauh.

            Karangan ilmiah juga mensyaratkan ketetapan dan kepastian makna. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan harus reproduktif. Artinya, bila penulis menyampaikan informasi berupa x, pembaca harus menerima informasi itu berupa x pula. infomasi x yang dibaca harus merupakan reproduksi yang benar-benar sama dari informasi x yang ditulis.

B.        Ciri – Ciri Karangan Ilmiah
Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri karangan ilmiah dirumuskan sebagai berikut.
1.    Masalah diungkapkan dan dipecahkan secara ilmiah atau dengan metode keilmuan. Metode keilmuan mengutama kelogisan, fakta, atau kenyataan yang terpercaya, serta analisis yang objektif.
2.    Pendapat-pendapat yang dikemukakan berdasarkan fakta, bukan imajinasi, perasaan atau pendapat yang bersifat subjektif.
3.    Tulisan disusun secara sistematis dan logis yang ditandai oleh hubungan antar bagian tulisan yang pada akhirnya membentuk kesatuan (kohesif) dan kepaduan (koheren).
 4.   Ragam bahasa yang digunakan bersifat lugas. Untuk itu, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.              menggunakan kalimat secara efektif;
b.              menghindari kalimat yang bermakna ambigu (bermakna ganda);
c.              menghindari penggunaan kata konotatif. 

Jumat, 11 April 2014

Mengenal Resensi Buku

gambar resensi buku

A. Melacak Asal Kata Resensi
Patut disyukuri bahwa kini banyak media massa aetak memuat resensi buku. Kebaikan dan kebijaksanaan pengelola surat kabar atau majalah yang telah memberikan ruang bagi para peninjau buku, merupakan angin segar bagi para bookholic (kutu buku). Kondisi seperti ini amat jauh berbeda dengan warsa 1960, media massa begitu jarang memberikan ruang bagi peninjau buku. Itu artinya pendapat pribadi kian dihargai di negeri ini (Wilson Nadeak, 1994: 246).

Dari sekian buku dan artikel yang berbicara tentang resensi. Kata resensi memang jarang dipasang sebagai nama rubrik dalam media massa. Media massa menyediakan ruang resensi buku dengan beragam nama, seperti Tinjauan Buku, Pustaka, Bedah Buku, Resensi Buku, Kupas Buku, dan media bernapaskan Islam memakai ruang resensi dengan nama Kitabah atau Telaah Kitab. Padahal, semua itu pada hakikatnya berupa resensi.

Menurut Daniel Samad (1997: 1), resensi asal katanya dan bahasa Latin, yakni revidere (re= kembali dan videre= melihat) atau recensere, yang artinya melihat kembali, menimbang atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal kata recensie, sedangkan dalam bahasa lnggris dikenal dengan istilah review. Semua istilah tersebut mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku. Dengan adanya resensi buku, pembaca yang ada di seluruh Nusantara menjadi mudah dengan kabar buku terbaru sehingga menimbulkan minat mereka untuk ‘membeli’ dan membaca buku tersebut.

Pengertian “melihat kembali” meluas menjadi “mengatakan kembali” secara tertulis tentang pengalaman yang dirasakan dan dilihatnya atas sebuah karya (buku) dengan objektif. Simpulannya, resensi ialah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hash karya (buku).

Dalam praktiknya, resensi mi dibedakan aritara review (tinjauan) dan criticism (timbangan). Tinjauan berarti sajian laporan tanpa disertai opini pribadi peninjau sebab mungkin bukan seorang ahli dalam bidang yang dibicarakan pada buku bersangkutan sehingga tulisannya menyerupai ikhtisar atau ringkasan, sedangkan penimbang buku pasti mencerminkan opini pribadi resensi. Menimbang buku atau mengkritik buku itu akan bergerak dari satu objek ke subjek. Biasanya penulis resensi seperti ini seorang yang pakar atau setidaknya seseorang yang dianggap mengetahui persoalan persoalan bahkan resensinya cenderung merupakan hasil evaluasi. Tidak jarang pula berbau analitik dan interpretatif. Dalam hal ini, resensor itu tidak lagi membicarakan isi buku, tetapi konteks dan relevansinya.

Senin, 07 April 2014

Pedoman Penulisan Angka


Menulis kertas
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Ditulis dengan angka Arab atau Romawi. 
2. Angka dipakai untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi; satuan waktu; nilai uang; dan kuantitas. 
3.Angka dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. 
4. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. 
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf secara umum dipisahkan antar tiap bagian dan awalan "per-" (untuk pecahan) digunakan menyatu dengan bagian yang langsung mengikutinya. 
6. Lambang bilangan tingkat dituliskan dengan tiga cara: angka Romawi, tanda hubung antara "ke-" dan angka, atau dirangkai jika angka dinyatakan dengan kata. 
7. Lambang bilangan yang mendapat akhiran "-an" ditulis dengan tanda hubung antara angka dan "-an" atau dirangkai jika angka dinyatakan dengan kata.
8.  Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah. 
9.  Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja agar mudah dibaca. 
10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus, kecuali dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Jika dituliskan sekaligus, penulisan harus tepat. 
11. Awalan "ke-" tidak dipisah pada bilangan yang menyatakan jumlah dan pada bilangan ordinal . Misalnya: Keempat anak tersebut sedang bersenang-senang. Ia adalah anak kesatu.

Jumat, 04 April 2014

SILSILAH KELUARGA



Silsilah keluarga sering diartikan sebagai daftar susunan keluarga yang berurutan dimulai dari orang tua (orang terdahulu) hingga ke bawah sampai anggota keluarga yang termuda (orang terkini).

Kekhawatiran akan anak keturunan yang tidak saling kenal. Penyebabnya adalah sudah hilangnya tradisi bercerita dan saling silaturahmi. Generasi muda sekarang sudah sangat jarang mengenal siapa saja yang menjadi dan masih memiliki hubungan saudara dengan dirinya. Masih mengenal paling-paling hanya sebatas adik kakak dari masing-masing orang tua ditambah dengan anak-anaknya. Selebihnya anggota keluarga garis ke atas, ke samping tidak mengenal bahkan ada yang tidak mau kenal.
Alasannya akan bermacam-macam dan merupakan pembelaan dari masing-masing pihak. Utamanya adalah kesibukan sehingga menimbulkan keengganan untuk bersilaturahmi. Kalau ada yang masih mau menyempatkan diri untuk silaturahmi, namun hanya bertepuk sebelah tangan istilah yang saya berikan. Maksudnya pihak yang sudah dikunjungi sama sekali tidak pernah mau berkunjung balik.

Yang mengkhawatirkan adalah rusaknya nasab keluarga, di mana terjadinya pernikahan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang ternyata masih memiliki hubungan sedarah. Hubungan sedarah maksudnya adalah berasal dari ayah yang sama. Yang demikian itu tentu amat sangat dilarang dan tidak diperbolehkan.Seharusnya agenda silaturahmi terus berjalan dan bergantian, sehingga sesama anggota keluarga baik yang dekat dan jauh masih saling mengenal. Hal ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama para orang tua. Di pundak beliau-beliau itulah terdapat tanggung jawab untuk mengenalkan sebanyak mungkin anggota keluarga yang dimilikinya. Baik dari garis keturunan secara vertikal ke atas dan ke bawah, maupun dari garis keturunan horizontal ke samping kanan dan kiri. Garis keturunan vertikal ke atas seperti ayah, ibu, kakek nenek, buyut, dan terus ke atas bila ada. Vertikal ke bawah seperti anak, cucu, buyut, cicit dan seterusnya. Sementara garis keturunan horizontal seperti saudara sekandung dari ayah beserta pasangan dan anak-anaknya (sepupu), saudara sekandung dari ibu beserta pasangan dan anak-anaknya. Ternyata masalah silsilah keluarga ini tidak dapat dianggap remeh, melainkan banyak manfaat dan nilai-nilai di dalamnya. Diantaranya menyelamatkan nasab (keturunan).Berikut contoh gambar silsilah keluarga saya :


silsilah keluarga