ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL
“PUDARNYA PESONA CLEOPATRA” KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
1. Pendahuluan
Fungsi bahasa sangatlah luas,
dalam kehidupan sehari-hari bahasa berfungsi sebagai lambang bunyi yang
dipergunakan oleh sesuatu masyarakat untuk berinteraksi. Karya sastra adalah
hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai
media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan. Bahasa dan sastra
memiliki hubungan erat. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan
segala imajinasi yang ada melalui kata-kata. Sastra tidak lepas dari bahasa.
Novel merupakan salah satu untuk
mengungkapkan sesuatu cara bebas, melibatkan permasalahan secara bebas,
melibatkan permasalahan secara kompleks sehimgga menjadi sebuah dunia yang “
jadi “ penuh. Sebuah novel jelas tidak akan selesai dibaca dalam sekali duduk,
karena panjangnya sebuah novel memiliki peluang yang cukup untuk
mempermasalahkan karakter tokoh dala perjalanan waktu.
Sastra lahir karena doronga
keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, apa yang telah dijalani dalam
kehidupan dengan pengungkapan lewat bahasa. Unsure-unsur pembangun karya sastra
dapat dikelompokan menjadi dua unsure yaitu unsure intrinsic dan unsure
ekstrisik. Unsure intrinsic adalah unsure-unsur yang membangun karya sastra
dari dalam. Unsure intrinsic meliputi tema, alur, penokohan, seting, sudut pandang
dan gaya bahasa. Unsure ekstrinsik adalah unsure-unsur pembangun karya sastra
dari luar karya sastra yang meliputi psikologi, biografi , social, historis,
ekonomi, ilmu,serta agama.
Pengarang mempunyai kebebasan
dalam mengunakan bahasa sehingga akan menghasilkan karya sastra yang menarik
dan indah untuk dinikmati. Penyiasatan penggunaan bahasa di dalam karya sastra
disebut gaya bahasa. Adanya bahasa kiasan ini akan menyebabkan sajak menjadi
menarik perhatian , menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan
kejelasan gambaran angan (Pradopo, 1987 : 62).
Salah satu untuk mendapatkan efek
estetik dalam penggunaan gaya bahasa yaitu denga cara unsure retorika. Retorika
adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu
pengetahuan yang tersusun baik (Keraf, 2006 : 1). Pengunaan retorika berkaitan
dengan semua penggunaan unsure bahasa kiasan dan pemanfaatan bentuk citraan.
Unsure stilistika terdiri dari
unsure leksikal, unsure gramatikal dan unsure retorika. Unsure leksikal meliputi
kata benda,kata kerja, kata sifat, kata bilangan. Bertujuan untuk mengetahui
ketepatan pilihan kata yang dipilih oleh pengarang untuk tujuan estetik dan
untuk mengungkapkan gagasan. Unsure gramatikal meliputi pembalikan kata,
pemendekan dan pengulangan kata. Bertujuan untuk mengetahui hubungan kosa kata
yang dipergunakan dalam penyusunan kalimat sehinnga jelas maksudnya. Unsure
retorika yaitu suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis.
Unsure retorika meliputi pemajasan, penyiasaan struktur, pencitraan dan kohesi.
Dalam hubungannya dengan
stilistika, penulis mengambil novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya
Habiburrahman El Shirazy sebagai bahan analisis karena novel karya
Habiburrahman El Shirazy yang berjudul “Pudarnya Pesona Cleopatra“ ini
merupakan novel yang benar-benar mengajak kita untuk menyelami akan rindu
dendam dan ungkapan pesona cinta suci karena illahi yang benar-benar mampu
memberikan kebahagiaan nyata. Cerita yang dikemas sedemikian rupa, penuh hikmah
bahkan membuat hati merindukan akan ungkapan cinta tulus-Nya.Tujuan analisis
ini untuk mengetahui kreatifitas yang digunakan pengarang. Penulis di dalam
analisis ini lebih menitikberatkan pada unsure retorika novel novel “Pudarnya
Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
1.1.
Identifikasi Masalah
Pengkajian
dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy ini
terdapat pokok-pokok permasalahan antara lain:
1. Gaya bahasa yang ada
dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
2. Makna gaya bahasa yang
digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El
Shirazy.
3. Fungsi gaya bahasa yang
digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El
Shirazy?
1.2. Rumusan masalah
1. Gaya bahasa yang ada dalam
novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy.
2. makna gaya bahasa yang
digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El
Shirazy.
3. Apa saja gaya bahasa yang ada
dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy?
4. Apakah makna gaya bahasa
yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El
Shirazy?
5. Mendeskripsikan gaya bahasa
yang ada dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El
Shirazy.
6. Mendeskripsikan makna gaya
bahasa yang digunakan dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya
Habiburrahman El Shirazy.
2. landasan Teori
Stilistika adalah ilmu yang
mempelajari tentang gaya bahasa. Dalam kamus linguistik, stilistika adalah ilmu
yang menyelidiki bahasa yang dipergunaka dalam karya sastra; ilmu
interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan (Kridalaksana, 2001: 202).
Gaya bahasa menurut Slamet
muljono (dalam Pradopo, 2001: 93) adalah susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul dan hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu
perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa merupakan cara penggunaan
bahasa secara khusus untuk mendapat efek tertentu. Dalam karya sastra efek ini
adalah efek estetik yang akan membuat karya sastra akan memiliki nilai seni.
Nilai karya sastra bukan semata-mata disebabkan oleh gaya bahasa, bias juga
karena gaya cerita atau penyusunan alurnya. Namun demikian gaya bahasa gaya
bahasa sangat besar sumbangannya kepada pencapaian nilai seni karya sastra.
Suatu cara penggunaan bahasa
untuk memperoleh efek estetisadalah unsur retorika. Macam-macam unsur retorika
meliputi pemajasan, penyiasan, struktur, pencintaan dan kohesi. Namun dalam
makalah ini penulis hanya menganalisis pemajasan saja. Jenis bahasa kiasan
dalam bahasa Indonesia ada bermacam-macam menurut keraf (2006: 115-145). Namun
hanya beberapa jenis majas yang sering dipergunakan pengarang dalam karya
sastra. Diantaranya majas :
1. Simile
adalah majas perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain kata perbandingan seperti, bagaikan, laksana dan lain-lain (Keraf : 138).
2. Metafora
adalah majas perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata pembanding
(Keraf, 2006 : 138).
3. Personifikasi
adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda mati seolah-olah
memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140)
4. Metonimia
adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu
hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat, baik hubungan isi untuk
menyatakan kulitnya dan lain-lain (Keraf, 2006 : 142)
5. Paradok
adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta
yang ada (Keraf, 2006 : 136)
6. Hiperbola
adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135)
7. Litotes
adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri (Keraf, 2006 : 132)
8. Sinekdok
adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebagian dari sesuatu untuk menyatakan
keseluruhan (pars pro totot) keseluruhan untuk sebagian atau biasa diistilahkan
totem proparte (Keraf, 2006 : 143)
Aku dan Raihana harus disatukan
oleh sebuah perjodohan yang mungkin akan terdengar konyol di era abad 21 ini.
Berbeda dengan Raihana yang benar-benar merupakan cermin wanita Jawa. Selalu
Manut dan pasrah pada keadaan dengan penuh kesabaran. Si Aku justru berbanding
terbalik dalam menyikapi takdir tersebut. Aku yang sempat mengeyam pendidikan
dan hidup di Mesir. Menjadikannya terlalu mendasarkan parameter kecantikan
kepada figur-figur gadis Mesir selayaknya Cleopatra. Meskipun begitu,
kecintaannya dan bakti pada sang ibulah yang mengalahkan dengan berbau
keterpaksaan, hingga akhirnya keduanya menikah.
Setelah resmi menikah dan
keduanya membangun hidup baru dengan tinggal di Malang, sebagai konsekuensi
pekerjaan aku yang seorang dosen. Aku semakin terbenam dalam khayalan tentang
aura kecantikan gadis-gadis mesir yang terus saja menggelayut dalam benaknya.
Mengakibatkan segala perilaku dan komunikasi dengan sang istri menjadi hambar.
Raihana, dilandasi ketakwaan terhadap Allah dengan penuh sabar berusaha terus
membuktikan kecintaan dan kepatuhan sebagai seorang istri. Seperti yang
digariskan dalam ajaran agama. Walaupun semua itu tak mampu sedikitpun mengetuk
rasa cinta sang suami berpaling kepadanya. Satu hal yang dihindari oleh Raihana
adalah, jangan sampai sang suami menceraikannya. Karena dia tahu hal itu adalah
neraka baginya, menghalangi dia mendapatkan cinta hakiki dari Allah.
Sementara itu, Aku semakin lama
semakin tenggelam dalam dunia fantasinya sendiri, bahkan timbul kebencian pada
sang istri yang dia anggap telah “mematikan” harapan merengkuh indahnya cinta
yang dia dambakan dengan wanita Mesir yang sering hadir dalam mimpi-mimpinya.
Setelah sekian lama, dengan segala derita berbeda yang mendera keduanya. Di
satu sisi Raihana tidak pernah mendapatkan cinta dari suami, di sisi lain aku
tak mampu memalingkan cintanya pada sang istri, bahkan dengan kehamilan
istrinya sekalipun. Raihana memutuskan untuk tinggal dengan kedua orang tuanya
sendiri sambil menunggu saat kelahiran anak mereka. Saat-saat tanpa istri
disampinglah yang pelan-pelan mulai menyadarkan aku betapa penting kehadiran
Raihana dalam hidupnya. Ditambah kemudian cerita, petuah, dan curahan hati
beberapa teman dosen yang didapat aku di kampus.
Aku mendapat tugas untuk
pelatihan selama sepuluh hari di Puncak. Kebetulan dalam pelatihan di Puncak Ku
bertemu dengan Pak Qulyubi yang mencurahkan pengalaman hidupnya yang pahit
dengan pernah menikahi gadis Mesir. Hal ini menghadirkan pemahaman baru dalam
diri aku, bahwa gadis-gadis Mesir tidaklah sesempurna yang dia bayangkan.
Bahkan di beberapa sisi, wanita Jawa jauh lebih baik untuk menjadi pendamping
hidup. Aku akhirnya sadar, betapa beruntungnya dia memiliki seorang Raihana.
Istri yang Allah karuniakan meski dengan jalan yang dulunya dia anggap sebagai
produk keterbelakangan budaya. Dari situlah aku sadar, taringat dan ingin
segera bertemu dengan Raihana.
Sepulang pelatihan aku berniat
member hadiah sebagai ungkapan maaf dan ingin melihat raihana bahagia. Aku tak
langsung ke rumah ibu mertua tapi kembali ke rumah kontrakan sesuai pesan
raihana untuk mencairkan uang tabungan. Setelah dibuka kasur untuk mengambil
ATM. Aku kaget karena di dapati puluhan surat curahan hari Raihana selama
menjadi istri aku. Aku begitu merasa berdosa kepada Raihana. Aku benar-benar
bias mencintai Raihana dan memudarkan pesona kecantikan Cleopatra. Aku langsung
menuju tampat ibu mertuanya, namun yang ddi dapatinya bukan Raihan malah tangis
haru ibu mertuanya. Sebelum sempat aku membagi cintanya dengan Raihana ternyata
Raihana telah meninggal. Aku yang sangat mencintai Raihana sangat menyesal atas
apa yang telah diperbuatnya pada Raihana yang belum sempat bisa merasakan
cintanya hingga Raihana meninggal.
Pemajasan merupakan suatu teknik
penungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah, tetapi
menuju pada makna tersirat. Tujuan digunakan majas atau bahasa kiasan dalam
satu karya sastra dimaksudkan untuk memng-masingperoleh efek keindahan,
kepuitisan dan tujuan-tujuan lainnya sesuai dengan pengertian masing-masing
majas tersebut. Adapun majas atau gaya bahasa yang digunakan oleh Habiburrahman
El Shirazy dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ antara lain:
1. Metafora adalah semacam
analogi yang membandingkan dua hal secara langsung (Keraf : 139). Berikut
contohnya:
a. Sehingga diriku tak ubahnya patung batu (hlm.
8).
- Maksudnya adalah aku yang
hanya diam tak bisa berbuat apa-apa seperti patung batu.
b. Jelaskan padaku apa yang
harus aku lakukan untuk membuat rumah ini penuh bunga-bunga indah yang
bermekaran? (hlm. 10).
- Maksudnya si aku ingin
membuat rumahnya wangi dan berwarna dan membuat bahagia seperti dipenuhi
bunga-bunga indah yang bermekaran.
c. Mona Zaki, aktris belia
yang sedang naik daun itu? (hlm 13).
- Kata terkenal dibandingkan
menjadi naik daun
d. Dulu dia adalah bintang di
kampus ini (hlm. 26).
- Karena begitu pandai dan
terkenal di kampus maka di sebut dengan bintang di kampus.
e. Menurut cerita Pak
Soerdarmaji, Zaenab memang tidak secantik bintang film tapi untuk ukuran di
desanya bisa dikatakan kembang desa (hlm. 26).
- Sebagai gadis paling cantik
di desanya dibandingkan dengan kata kembang desa.
2. Simile merupakan
perbandingan yang bersifat eksplisit, maksudnya ialah bahwa ia lansung
mengatakan sesuatu sama dengan hal lain (Keraf: 138). Dalam hal ini bahasa yang
membandingkan mengunakan kata-kata perbandingan, terlihat dalam ketipan
berikut:
1. Menggunakan kata
“seumpama”:
a. Hari pernikahan itu datang.
Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan (hlm. 4).
- Dalam kalimat di atas,
kata “seumpama” menjelaskan makna bahwa kedatangan si aku yang diumpamakan
seperti seorang tawanan yang digiring ke tiang gantungan yang berarti karena
terpaksa si aku melakukan itu.
2. Menggunakan kata “seperti”:
a. Dalam balutan jilbab sutera
putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar, seperti permata Zabarjad yang
bersih, indah berkilauan tertimpa sinar purnama (hlm. 3).
- Dalam hal ini diartikan
wajah gadis Mesir yang berbalut jilbab dibandingkan secantik permata Zabarjad
yang bersih, indah berkilauan tertimpa sinar.
b. Meskipun Cuma mimpi itu
sangat indah dan seperti dalam alam nyata (hlm. 15).
- Maksudnya adalah mimpinya
terasa seperti kenyataan, munkin karena saking indahnya mimpi si aku itu.
c. Kelembutannya seperti Dewi
Sembodro tak juga membuatku jatuh cinta (hlm. 16).
- Dewi Sembodro adalah tokoh
pewayangan yang sangat lembut, hal inilah yang membuat pengarang membandingkan
kelembutan tokoh Raihana dengan Dewi sembodro.
d. Aku ingin mencintai isteriku
seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku ingin dicintai isteriku seperti
Ibnu Hazm dicintai isterinya (hlm. 19).
- Si aku membandingan ia
dapat mencintai isterinya seperti Ibnu Hazm mencintai isterinya. Dan aku ingin
dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai isterinya
e. jika ada sedikit letupan
atau masalah antara kami berdua, maka rumah seperti neraka (hlm. 34) .
- Karena saking panasnya
keadaan rumah jika terjadi masalah hingga dibandingkan seperti neraka.
f. Kini saya merasa
menjadi lelaki paling malang di dunia. Dan hati saya seperti ditusuk tusuk
dengan sembilu setiap kali mendengar si sulung mengigau meminta ibunya pulang
tiap malam (hlm. 38).
- Hati yang sakit di
gambarkan dengan seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu.
3. Menggunakan kata “bagai”:
a. Lalu duduk di pelaminan
bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta (hlm. 4).
- Hal ini memperlihatkan
adanya perumpamaan bahwa si aku hanya diam seperti mayat hidup.
4. Menggunakan kata
“bagaikan”:
a. Kata-katanya terasa bagaikan
ocehan penjual jamu yang tak kusuka (hlm. 10).
- Dalam hal ini perkataan
yang dianggap tidak penting dibandingkan seperti ocehan penjual jamu.
b. Kata-kata yasmin yang
terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam ulu hati (hlm.
36).
- Dalam hal ini kata-kata
yang dilontarkan begitu keras dalam artian menyakitkan, dan mengagetkan hingga
dibandingkan dengan geledek yang pada hakikatnya suara geledek itu keras dan
mengagetkan.
5. Gaya bahasa yang mangandung
ungkapan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf: 135).
Contohnya:
a. Jika tersenyum lesung
pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. Aura kecantikan gadis Mesir
titisan Cleopatra sedemikian kuat mengakar dalam otak perasaan dan hatiku (hlm.
3).
b. Bibit cinta yang kuharapkan
malah menjelma menjadi pohon-pohon kaktus berduri yang tumbuh mengganjal di
dalam hatiku (hlm. 4).
c. Sinar wajah ibu
berkilat-kilat, hadir di depan mataku (hlm. 4).
d. Hatiku bergetar hebat (hlm.
14).
e. Tangis Raihana tak juga mampu
membuka jendela hatiku (hlm. 16).
f. Tangisku meledak (hlm. 42).
g. Di samping karena
kecantikannya yang menyihir siapa saja yang melihatnya saya juga merasa sangat
prestise jika berhasil menyuntingnya (hlm. 32).
3. Personifikasi Adalah
semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan banda-benda mati atau barang-barang
yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf : 140). Di
sini kami mengambil beberapa contoh gaya bahasa personiikasi yang digunakan
pengarang.
a. Meskipun sesungguhnya dalam
hatiku ada kecemasan-kecemasan yang mengintai (hlm. 3).
b. Dalam hal ini, kecemasan
sebagai suasana hati atau perasaan seseorang yang digambarkan mamiliki sifat
seperti manusia yang mengintai.
c. Saat Raihana tersenyum
mengembang, hatiku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku (hlm. 5).
d. “Hatiku merintih” merupakan
bahasa kiasan dimana hati yang digambarkan bias merintih seperti manusia.
e. Pertanyaan-pertanyaan itu
menebas leher kemanusiaanku (hlm. 5).
f. Sukmaku menjeri-menjerit,
mengiba-iba (hlm. 42).
4. Metonimia adalah suatu gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena
memiliki pertalian yang sangat erat (Keraf : 142).
a. Aku ingin menjadi mentari
pagi di hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku (hlm. 2).
1. Dalam hal ini terjadi
pertalian hubungan berupa sebab untuk akibat.
a. Aku justru melihat jika ada
delapan gadis Mesir maka yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga
ikut cantik (hlm. 17).
2. Dalam hal ini terjadi
pertalian hubungan berupa akibat untuk sebab. Adalah gaya bahasa yang dipakai
untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan untuk merendahkan diri. Gaya bahasa ini
dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
a. Gaji saya sebagai dosen
hanya cukup untuk makan saja (hlm. 33).
- Dalam hal ini terlihat
segali, digambarkan dengan gaji seorang dosen yang hanya cukup untuk makan
saja.
5. Gaya bahasa ini terdiri
atas dua macam, yaitu sinekdoke pars pro toto (mempergunakan sebagian dari
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan) dan sinekdoke totem proparte
(mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian) (Keraf : 142).
A. Sinekdoke pars pro toto.
Misalnya:
a. Wajah-wajah yang cukup
manis tapi tidak semanis dan seindah gadis-gadis lembah sungai Nil (hlm. 12).
- Maksudnya, lembah sungai
Nil mewakili untuk menyebutkan Mesir.
B. Sinekdoke totem proparte
a. Anda sangat beruntung orang Indonesia (hlm.
14).
- Maksudnya, penunjukan orang
Indonesia yang luas sesungguhnya hanya ditujukan pada satu orang.
6. Paradoks adalah gaya bahasa
yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
a. Aku biasanya suka romantis
kenapa bisa begini sadis (hlm. 7).
b. Dalam hal ini terjadi
pertentangan yang nyata yang diperlihatkan melalui gambaran perasaan si aku.
c. Aku dan Raihana nyarus hidup
dalam kehidupan masing-masing. Aktivitas kami hanya sesekali bertemu di meja
makan dan saat sesekali shalat malam (hlm. 16).
d. Aku kembali larut dalam
perjalanan hidup Imam Ibnu Hazm bersama istrinya, Samar. Mereka hidup penuh
cinta dan kasih sayang (hlm. 18-19).
e. Dia dan isterinya berangkat
ke sana. Anak mereka yang berusia tiga tahun dibawa serta (hlm. 25).
1. Karya sastra novel
mempunyai nilai estetik yang tinggi yang dituangkan dalam tulisan yang
mengandung gaya bahasa atau style. Dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“
karya Habiburrahman El Shirazy banyak dijumpai unsure-unsur style dalam
penggunaan gaya bahasanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang antara lain;
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, metonimia, sinekdoke, litotes,
paradox, dan rujuk silang. Penggunaan gaya bahasa yang paling dominan adalah
simile, sedangkan yang sedikit dipakai adalah litotes.
2. Gaya bahasa yang dipakai
dalam novel “Pudarnya Pesona Cleopatra“ karya Habiburrahman El Shirazy sangat
seuai dalam perangkaiannya. Penggunaan kalimat serta klausa yang indah membuat
novel ini indah untuk dibaca dan dipelajari secara khusus tentang nilai
kesasteraannya.
Analisisnya sudah saya paparkan di atas, dan sekarang tinggal download novelnya dalam bentuk bentuk pdf pada link di bawah :
Download Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar