PROFIL KABUPATEN
BANTAENG
A.
Kondisi geografis dan
kependudukan
Secara geografis
Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26" lintang
selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur timur. Berjarak 125 Km kearah
selatan dari Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83
Km2 dengan jumlah penduduk 170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki
sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta
46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi
yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur
dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan
persawahan.
Kabupaten Bantaeng
yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi
alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di
Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung
2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten
Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).
Karena sebagian
besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat mengandalkan sektor
pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo, sebab memang jenis tanaman
sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu
tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa
produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura
lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton dan buah-buahan seperti pisang dan
mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama mengalami
peningkatan yang cukup berarti.
B.
Sejarah terbentuknya Bantaeng
Komunitas Onto memiliki sejarah tersendiri yang menjadi
cikal bakal Bantaeng. Menurut Karaeng Imran Masualle salah satu generasi
penerus dari kerajaan Bantaeng, dulunya daerah Bantaeng ini masih berupa
lautan. Hanya beberapa tempat tertentu saja yang berupa daratan yaitu daerah
Onto dan beberapa daerah di sekitarnya yaitu Sinoa, Bisampole, Gantarang keke,
Mamapang, Katapang dan Lawi-Lawi. Masing-masing daerah ini memiliki pemimpin
sendiri-sendiri yang disebut dengan Kare’. Suatu ketika para Kare yang semuanya
ada tujuh orang tersebut, bermufakat untuk mengangkat satu orang yang akan
memimpin mereka semua.
Sebelum itu mereka sepakat untuk melakukan pertapaan lebih
dulu, untuk meminta petunjuk kepada Dewata (Yang Maha Kuasa) siapa kira-kira
yang tepat menjadi pemimpin mereka. Lokasi pertapaan yang dipilih adalah daerah
Onto. Ketujuh Kare itu kemudian bersamadi di tempat itu. Tempat-tempat samadi
itu sekarang disimbolkan dengan Balla Tujua (tujuh rumah kecil yang beratap,
berdidinding dan bertiang bambu). Pada saat mereka bersemadi, turunlah cahaya
ke Kare Bisampole (Pimpinan daerah Bisampole) dan terdengar suara :”Apangaseng
antu Nuboya Nakadinging-dinginganna” (Apa yang engkau cari dalam cuaca dingin
seperti ini). Lalu Kare Bisampole menjelaskan maksud kedatangannya untuk
mencari orang yang tepat memimpin mereka semua, agar tidak lagi terpisah-pisah
seperti sekarang ini. Lalu kembali terdengar suara: “Ammuko mangemako
rimamampang ribuangayya Risalu Cinranayya (Besok datanglah kesatu tempat
permandian yang terbuat dari bamboo).
Keesokan harinya mereka mencari tempat yang dimaksud di
daerah Onto. Di tempat itu mereka menemukan seorang laki-laki sedang mandi.
“Inilah kemudian yang disebut dengan To Manurunga ri Onto,” jelas Karaeng
Burhanuddin salah seorang dari generasi kerajaan Bantaeng. Lalu ketujuh Kare
menyampaikan tujuannya untuk mencari pemimpin, sekaligus meminta Tomanurung
untuk memimpin mereka. Tomanurung menyatakan kesediaannya, tapi dengan syarat.
“Eroja nuangka anjari Karaeng, tapi nakkepa anging kau leko kayu, nakke je’ne
massolong ikau sampara mamanyu” (saya mau diangkat menjadi raja pemimpin kalian
tapi saya ibarat angin dan kalian adalah ibarat daun, saya air yang mengalir
dan kalian adalah kayu yang hanyut),” kata Tomanurung.
Ketujuh Kare yang diwakili oleh Kare Bisampole pun menyahut;
“Kutarimai Pakpalanu tapi kualleko pammajiki tangkualleko pakkodii, Kualleko
tambara tangkualleko racung.” (Saya terima permintaanmu tapi kau hanya kuangkat
jadi raja untuk mendatangkan kebaikan dan bukan untuk keburukan, juga engkau
kuangkat jadi raja untuk jadi obat dan bukannya racun). Maka jadilah Tomanurung
ri Onto ini sebagai raja bagi mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala
penjuru maka daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini
sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto (Gadis jelitanya
Onto)
Setelah itu mereka pun berangkat ke arah yang sekarang
disebut gamacayya. Di satu tempat mereka bernaung di bawah pohon lalu
bertanyalah Tomanurung pohon apa ini, dijawab oleh Kare Bisampole: Pohon Taeng
sambil memandang kearah enam kare yang lain. Serentak kenam kare yang lain
menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat). Dari sinilah kemudian
muncul kata Bantaeng dari dua kata tadi yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran
Masualle.
Konon karena daerah Onto ini menjadi daerah sakral dan
perlindungan bagi keturunan raja Bnataeng bila mendapat masaalah yang besar,
maka bagi anak keturunan kerajaan tidak boleh sembarangan memasuki daerah ini,
kecuali diserang musuh atau dipakaikan dulu tanduk dari emas. Namun kini hal
itu hanya cerita. Karena menurut Karaeng Burhanuddin semua itu telah berubah
akibat kebijakan Pemda yang telah melakukan tata ruang terhadap daerah ini.
Kini Kesakralan daerah itu hanya tinggal kenangan.
Tanggal 7 (tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di Onto dan
Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu: Kare Onto, Bissampole, Sinowa,
Gantarangkeke, Mamampang, Katapang dan Lawi-Lawi.
Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli
1667 terjadi perang Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di
Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar
pelabuhan dan lumbung pasngan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal,
karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian
Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.
Bulan 12 (dua belas), menunjukkan sistem Hadat 12 atau
semacam DPRD sekarang yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang
(Kepala Kampung) sebagai anggotanya yang secara demokratis mennetapkan
kebijaksanaan pemerintahan bersama Karaeng Bantaeng.
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah
dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika kerajaan Singosari dibawah
pemerintahan Raja Kertanegara memperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara
untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Penentuan autentik Peta
Singosari ini jelas membuktikan Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu.
Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada
sejak tahun 500 masehi, sehingga dijuluki Butta Toa atau Tanah Tuo (Tanah
bersejarah).
Selanjutnya laporan peneliti Amerika Serikat Wayne A. Bougas
menyatakan Bantayan adalah Kerajaan Makassar awal tahun 1200-1600, dibuktikan
dengan ditemukannya penelitian arkeolog dan para penggali keramik pada bagian
penting wilayah Bantaeng yakni berasal dari dinasti Sung (960-1279) dan dari
dinasti Yuan (1279-1368).
Dengan demikian, maka sesuai kesepakatan yang telah dicapai
oleh para pakar sejarah, sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4
Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes KKB/VII/1999 tanggal
4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng maupun kesepatan anggota DPRD
Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng
ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor: 28 tahun 1999.
C. Daftar Nama Kecamatan
Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota/Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
Berikut ini adalah daftar
nama-nama Kelurahan / Desa dan Kecamatan beserta nomor kode pos (postcode / zip
code) pada Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel),
Republik Indonesia.
1.
Kecamatan
Bantaeng
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Bantaeng di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Karatuang (Kodepos : 92411)
- Kelurahan/Desa Kayu Loe (Kodepos : 92411)
- Kelurahan/Desa Lembang (Kodepos : 92411)
- Kelurahan/Desa Mallilingi (Kodepos : 92411)
- Kelurahan/Desa Pallantikang (Kodepos :
92411)
- Kelurahan/Desa Tappanjeng (Kodepos : 92411)
- Kelurahan/Desa Lamalaka (Kodepos : 92412)
- Kelurahan/Desa Onto (Kodepos : 92413)
- Kelurahan/Desa Letta (Kodepos : 92415)
2. Kecamatan
Bissappu
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Bissappu di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Bonto Atu (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Cinde (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Jai (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Jaya (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Langkasa (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Lebang (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Loe (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Manai (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Rita (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Salluang (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Sunggu (Kodepos :
92451)
3. Kecamatan Eremerasa
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Eremerasa di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Ulugalung (Kodepos : 92414)
- Kelurahan/Desa Barua (Kodepos : 92415)
- Kelurahan/Desa Kampala (Kodepos : 92415)
- Kelurahan/Desa Lonrong (Kodepos : 92415)
- Kelurahan/Desa Mamampang (Kodepos : 92415)
- Kelurahan/Desa Mappilawing (Kodepos :
92415)
- Kelurahan/Desa Pa Bentengan (Kodepos :
92415)
- Kelurahan/Desa Pa Bumbungan (Kodepos :
92415)
- Kelurahan/Desa Parangloe (Kodepos : 92415)
4.
Kecamatan Gantarang Keke / Gantareng
Keke
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Gantarang Keke / Gantareng Keke di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi
Sulawesi Selatan (Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Bajiminasa (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Gantarangkeke (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Kaloling (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Layoa (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Tanahloe (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Tombolo (Kodepos : 92461)
5. Kecamatan Pajukukang
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Pajukukang di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Baruga (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Batu Karaeng (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Biangkeke (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Biangloe (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Borongloe (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Lumpangan (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Nipa-Nipa (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Pajukukang (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Papanloe (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Rappoa (Kodepos : 92461)
6. Kecamatan Sinoa
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Sinoa di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel)
:
- Kelurahan/Desa Bonto Bulaeng (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Karaeng (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Maccini (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Majannang (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Matene (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Tiro (Kodepos : 92451)
7. Kecamatan Tompobulu
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Tompobulu di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan
(Sulsel) :
- Kelurahan/Desa Balumbung (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Banyorang (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Bonto Tappalang (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Bonto-Bontoa (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Campaga (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Ereng-Ereng (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Labbo (Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Lembang Gantarangkeke
(Kodepos : 92461)
- Kelurahan/Desa Pattallassang (Kodepos :
92461)
- Kelurahan/Desa Pattaneteang (Kodepos :
92461)
8. Kecamatan Uluere
Daftar nama Desa/Kelurahan di
Kecamatan Uluere di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel)
:
- Kelurahan/Desa Bonto Daeng (Kodepos : 92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Lojong (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Marannu (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Rannu (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Tallasa (Kodepos :
92451)
- Kelurahan/Desa Bonto Tangnga (Kodepos : 92451)
D.
Raja-Raja yang pernah memerintah
Berikut ini adalah daftar
nama-nama raja yang pernah memerintah di wilayah Kabupaten Bantaeng, yaitu:
1. Bantayan pada awalnya sebagai Kerajaan
yakni tahun 1254 - 1293 yang mana diperintah oleh Mula Tau yang bergelar To Toa
yang memimpin Kerajaan Bantaeng yang
terdiri dari 7 Kawasan yang masing diantaranya dipimpin oleh Karaeng,
yaitu Kare Onto, Kare Bissampole, Kare
Sinoa, Kare Gantarang Keke, Kare Mamampang, Kare Katampang dan Kare Lawi-Lawi,
yang semua Kare tersebut dikenal dengan
nama “Tau Tujua”
2. Sesudah Mula Tau, maka Raja kedua yang
memerintah yaitu Raja Massaniaga pada tahun 1293.
3. Pada tahun 1293 - 1332 dipimpin oleh To
Manurung atau yang bergelar Karaeng Loeya.
4. Tahun 1332 - 1362 dipimpin oleh Massaniaga
Maratung.
5. Tahun 1368 - 1397 dipimpin oleh Maradiya.
6. Tahun 1397 - 1425 dipimpin oleh
Massanigaya.
7. Tahun 1425 - 1453 dipimpin oleh I Janggong
yang bergelar Karaeng Loeya.
8. Tahun 1453 - 1482 dipimpin oleh Massaniga
Karaeng Bangsa Niaga.
9. Tahun 1482 - 1509 dipimpin oleh Daengta
Karaeng Putu Dala atau disebut Punta Dolangang.
10. Tahun 1509 - 1532 dipimpin oleh Daengta
Karaeng Pueya.
11. Tahun 1532 - 1560 dipimpin oleh Daengta
Karaeng Dewata.
12. Tahun 1560 - 1576 dipimpin oleh I Buce
Karaeng Bondeng Tuni Tambanga.
13. Tahun 1576 - 1590 dipimpin oleh I Marawang
Karaeng Barrang Tumaparisika Bokona.
14. Tahun 1590 - 1620 dipimpin oleh
Massakirang Daeng Mamangung Karaeng Majjombea Matinroa ri Jalanjang Latenri
Rua.
15. Tahun 1620 - 1652 dipimpin oleh Daengta
Karaeng Bonang yang bergelar Karaeng Loeya.
16. Tahun 1652 - 1670 dipimpin oleh Daengta
Karaeng Baso To Ilanga ri Tamallangnge.
17. Tahun 1670 - 1672 dipimpin oleh Mangkawani
Daeng Talele.
18. Tahun 1672 - 1687 dipimpin oleh Daeng Ta
Karaeng Baso (kedua kalinya).
19. Tahun 1687 - 1724 dipimpin oleh Daeng Ta
Karaeng Ngalle.
20. Tahun 1724 - 1756 dipimpin oleh Daeng Ta
Karaeng Manangkasi.
21. Tahun 1756 - 1787 dipimpin oleh Daeng Ta
Karaeng Loka.
22. Tahun 1787 - 1825 dipimpin oleh Ibagala
Daeng Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang.
23. Tahun 1825 - 1826 dipimpin oleh La
Tjalleng To Mangnguliling Karaeng Tallu Dongkonga ri Bantaeng
yang bergelar Karaeng Loeya ri Lembang.
24. Tahun 1826 - 1830 dipimpin oleh Daeng To
Nace (Janda Permaisuri, Kr. Bagala Dg. Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang).
25. Tahun 1830 - 1850 dipimpin oleh Mappaumba
Daeng To Magassing.
26. Tahun 1850 - 1860 dipimpin oleh Daeng To
Pasaurang.
27. Tahun 1860 - 1866 dipimpin oleh Karaeng
Basunu.
28. Tahun 1866 - 1877 dipimpin oleh Karaeng
Butung.
29. Tahun 1877 - 1913 dipimpin oleh Karaeng
Panawang.
30. Tahun 1913 - 1933 dipimpin oleh Karaeng
Pawiloi.
31. Tahun 1933 - 1939 dipimpin oleh Karaeng
Mangkala
32. Tahun 1939 - 1945 dipimpin oleh Karaeng
Andi Mannapiang
33. Tahun 1945 - 1950 dipimpin oleh Karaeng
Pawiloi (kedua kalinya).
34. Tahun 1950 - 1952 dipimpin oleh Karaeng
Andi Mannapiang (kedua kalinya).
35. Tahun 1952 - Karaeng Massoelle (sebagai
pelaksana tugas).
·
MASA
PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA
Pemerintahan
birokrasi secara resmi dimulai ketika Pemerintahan Hindia BElanda sejak tanggal
14 November 1737 menempatkan basis pemerintahan dengan status Afdeeling yang
membawahi beberapa wilayah Onder Afdeeling yang berpusat di Bantaeng, dengan
pejabat pementahannya dsebut Residen Gezaghebber yang setingkat dengan Bupati
sekarang ini.
Pusat
Pemerintahan diwilayah selatan ini sangat strategis sebagai pusat niaga, dimana
Bhontain memiliki bandar pelabuah yang maju sejak Kerajaan Singosari dan
Majapahit dimasa lalu dan bekas Kantor Residen Kepala Afdeeling Bonthain masih
dapat dilihat Markas KODIM 1410 sekarang dan Kantor Pemerintahan Negara ( KPN )
sebagai Onder Afdeeling Bonthain digunakan Kantor Polsek Bantaeng saat ini.
Sejak tahun
1727 hingga tahun 1941 tercatat 90 kali pergantian pejabat pemerintahan denga
Residen pertama bernama Camerling seorang Belanda yang ditugaskan oleh Belanda
sebgai pejabat pemerintahan di dua daerah, yakni Bhontain dan Bulukumba.
Kemudian sejak tahun 1893 keresidenan diperluas dengan bergabungnya daerah
Binamu ( Jeneponto ), dan selanjutnya sejak tahun 1910 Afdeling Bonthain ketika
Jepang menguasai Asia dan menjajah Indonesia pada tahun 1942, maka berakhirlah
pemerintahan Hindia Belanda
·
MASA
PEMERINTAHAN JEPANG
Ketika
Belanda menyedah kepada Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Jepang menguasai
Bantaeng hingga tahun 1945 pusat pemerintahan ada di Makassar denga pejabat
pemerintahan Jepang bernama Yamashita, yang meliputi seluruh daerah bagian
selatan termasuk Bantaeng.
Dalam masa
pemerintahan Jepang, banyak pejuang didaerah ini ikut serta bersatu padu dengan
pejuang didaerah lain utnuk mewujudkan kemerdekaan Bangsa terutama menghadapi
kekejaman penjajah Jepang di Indonesia.
·
MASA
PEMERINTAHAN NIT DAN RIS
Pada saat
pemerintahan peralihan , khususnya setelah berdirinya Negara Indonesi Timur dan
Republik Indonesia Serikat, maka disusunlah pemerintahan baru dengan putera
-putera Indonesia asli sebagai pejabat. Untuk pertama kalinya di daerah ini ,
seorang pejabat pribumi memimpin pemerintahan dengan jabatan Boofd Beestutrs
Hoofd, yakni :
Abdurrachman
Daeng Mamangung pada tahun 1949 – 1950
Mohammad
Ali tahun 1950
Andi Sultan
Daeng Radja tahun 1950 – 1951, yang kemudian menjabat kepala Afdeeling dengan
tetap membawahi Onder Afdeeling Bonthain, Bulukumba dan Selayar.
Abdul
Latief Daeng Massiki kemudian menggantikan sementara tahun 1951, ketika Andi
Sultan Daeng Radja harus berangkat ke Jakarta sebagai salah seorang wakil
Sulawesi ketika menyatakan tekad dan dukungan kepada pemerintah Republik
Indonesia dan mnunjuk Dr. Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi .
MASA TERBENTUKNA KABUPATEN DAERAH TK. II
BANTAENG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1959
Berdasarkan Undang-undang
nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi ,
maka status Bonthain sebagai daerah Afdeeling berakhir dan selanjutnya menjadi
Kabupaten Daerah Tingkat I Bonthain. Pada tahun itu juga, maka nama Bonthain
berubah menjadi Bantaeng dengan alas an nama itu tidak sesuai dengan alasan
kemerdekaan , karena nama Bonthain berbau ciptaan Belanda.
Sebagai Bupati Kepala Daerah
yang pertama ditunjuk adalah sebagai berikut :
1. A. Rivai Bulu yang
dilantik pada tanggal 1 Februari 1960 oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
hingga tahun 1965
2. Aru Saleh tahun 1965
sampai tahun 1966 menjabat Kepala Daerah sementara.
3. Haji. Solthan tahun 1966
sampai tahun 1971 berdasarkan hasil pemilihan secara Demokratisyang pertama
kali dilaksanakan didaerah ini melalui DPR, Haji Solthan kemudian memasuki masa
jabatan kedua tahun 1971 sampai tahun 1978
4. Drs. Haji Darwis Wahab
selanjutnya terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah tahun 1978 sampai tahun 1982
dan dilanjutkan pda masa jabatan kedua tahun 1982 sampai tahun 1988.
5. Drs. H. Malingkai Maknun
menjabat Bupati KEpala Darah tahun 1988 sampai tahun 1993.
6. Drs. HM. Said Saggaf,
M.Si. tahun 1993 sampai tahun 1998.
7. Drs. H. Asikin Solthan.
M.Si. tahun 1998 sampai tahun 2003, dilanjut masa jabatan kedua kalinya Tahun
2003 sampai tahun 2008. Perlu diketahui bahwa Drs. H. Azikin Sulthan . M.Si.
adalah sebagai Bupati Kepala Daerah pertama pada era reformasi hingga memauki
berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang
merubah status sebagai daerah Otonomi.
8. Tahun 2008 - sekarang DR. Ir.
HM. Nurdin Abduah, M.Agr.
E.
Industri dan pariwisata
Sektor industri
menjadi pilihan kedua untuk dikembangkan di Kabupaten Bantaeng yang dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan. Pengembangan sektor industri sangat berpeluang
dimasa mendatang, namun membutuhkan investor yang sangat kuat. Dengan perkembangan
sektor industri, dampaknya sangat positif, sebab disamping meningkatkan
pendapatan masyarakat juga menyerap banyak tenaga kerja. Industri-industri yang
berkembang antara lain adalah industri pembersih biji kemiri, pembuatan gula
merah, pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu, anyaman
bambu atau daun lontar dan lain-lain.
Sektor lain yang
perlu diperhitungkan adalah sektor pariwisata. Kabupaten Bantaeng memiliki
peninggalan sejarah yang tercatat dalam buku-buku sejarah. Peninggalan-peninggalan
sejarah tersebut sangat menarik untuk dikunjungi. Tak heran memang jika
pemerintah kabupaten setempat sangat menaruh perhatian terhadap pariwisata.
Terbukti direnovasinya berbagai objek wisata alam menjadi tempat menarik,
sepeti permandian alam Bissappu. Juga dipeliharanya peningalan-peninggalan
sejarah seperti Balla Tujua yang merupakan kebanggaan masyarakat setempat.
Tempat-tempat
wisata Kabupaten Bantaeng
1.
Permandian Alam Eremarasa
Terletak di desa
kampala,kecamatan eremerasa,sekitar 16km dari kota Bantaeng dengan melewati
jalan aspal yang sesekali menanjak dan sepanjang perjalanan mata akan di
manjakan dengan pemandangan hamparan sawah dan hijaunya alam Bantaeng. selain
itu,anda juga dapat melihat rumah-rumah panggung milik penduduk sekitar di
areal persawahan
Di sekitar permadian tersebut udara terasa sejuk itu dikarenakan berada di daerah ketinggian,disini terdapat dua buah kolam renang yang masing-masing kolam untuk dewasa dan anak-anak, dan yang membuat air di kolam terasa sejuk bagaikan air dari kulkas itu karena airnya langsung teraliri dari perut sebuah bukit yang berada tepat disisi kolam.
Selain mandi di kolam, aktivitas mandi juga bisa dilakukan disebuah aliran air yang terbentuk karena aliran air yang keluar langsung dari akar-akar pohon besar yang telah berumur ratusan tahun yang berada di sekitar kolam.
Di sekitar permadian tersebut udara terasa sejuk itu dikarenakan berada di daerah ketinggian,disini terdapat dua buah kolam renang yang masing-masing kolam untuk dewasa dan anak-anak, dan yang membuat air di kolam terasa sejuk bagaikan air dari kulkas itu karena airnya langsung teraliri dari perut sebuah bukit yang berada tepat disisi kolam.
Selain mandi di kolam, aktivitas mandi juga bisa dilakukan disebuah aliran air yang terbentuk karena aliran air yang keluar langsung dari akar-akar pohon besar yang telah berumur ratusan tahun yang berada di sekitar kolam.
1. Pantai
Marina
Terletak di Desa Baruga,
Kecamatan Pajukukang, sekitar 18 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju
ke sana dapat ditempuh sekitar 30 menit, melewati jalan poros Bantaeng ke arah
Kabupaten Bulukumba. Pantai pasir putih ini terletak tidak jauh dari jalan
raya.
Pengunjung dapat menggunakan mobil ataupun motor untuk menuju tempat tersebut.Dari jalan raya terdapat jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor yang jaraknya tak lebih dari 1km dari jalan poros Bantaeng ke arah Bulukumba tapi jika anda kelelahan,lapar ataupun haus dalam perjalanan anda dapat beristrahat di tempat persinggahan ataupun Pusat jajanan yang terletak di depan sebelum gerbang loket masuk Pantai marina.
Di tempat tersebut anda dapat melakukan berbagai aktivitas pantai seperti berjemur, olahraga pantai dan berenang.Selain itu, disini juga terdapat penginapan, dan lapangan tenis.
Pengunjung dapat menggunakan mobil ataupun motor untuk menuju tempat tersebut.Dari jalan raya terdapat jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor yang jaraknya tak lebih dari 1km dari jalan poros Bantaeng ke arah Bulukumba tapi jika anda kelelahan,lapar ataupun haus dalam perjalanan anda dapat beristrahat di tempat persinggahan ataupun Pusat jajanan yang terletak di depan sebelum gerbang loket masuk Pantai marina.
Di tempat tersebut anda dapat melakukan berbagai aktivitas pantai seperti berjemur, olahraga pantai dan berenang.Selain itu, disini juga terdapat penginapan, dan lapangan tenis.
3. Air Terjun Bissappu
Terletak di Desa Bonto Salluang, Kecamatan
Bissappu, sekitar 5 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana
dapat ditempuh sekitar 15 menit, melewati jalan aspal dengan tanjakan
berkelok-kelok.
Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan di waktu pagi atau sebelurn siang hari. Di sepanjang jalan, anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di kanan-kiri jalan. Setelah tiba di lokasi tujuan wisata, anda dapat menyaksikan pohon jati di sekitar air terjun.
Untuk dapat melihat air terjun, pengunjung harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah.
Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan di waktu pagi atau sebelurn siang hari. Di sepanjang jalan, anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di kanan-kiri jalan. Setelah tiba di lokasi tujuan wisata, anda dapat menyaksikan pohon jati di sekitar air terjun.
Untuk dapat melihat air terjun, pengunjung harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah.
4. Hutan Wisata Gunung Loka dan Resort Outbond
Terletak di Desa Bonto Marannu, Kecamatan
Uluere, sekitar 24 kilometer dari Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana
dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 90 menit, melewati Kecamatan
Bissappu.
Jalan menuju kesana berkelok -kelok dan menanjak tapi sepanjang perjalanan anda akan disuguhi pemandangan yang sangat memukau dan udara yang sejuk karena berada di ketinggian
Jalan menuju kesana berkelok -kelok dan menanjak tapi sepanjang perjalanan anda akan disuguhi pemandangan yang sangat memukau dan udara yang sejuk karena berada di ketinggian
5. Pantai Seruni
Terletak di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan
Bantaeng, berada dalam Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh
sekitar 5 menit, melewati jalan poros. Di sini ada dermaga sebagai tempat
berlabuhnya perahu-perahu nelayan atau perahu yang membawa barang.
Dermaga dengan konstruksi kayu itu menjadi tempat bersantai para anak muda di waktu sore han. Di dekatnya terdapat cafetaria, tempat yang menjual makanan dan minuman ringan serta menyajikan musik.
Sepanjang pantai terdapat tempat duduk yang terbuat dari tembok yng memanjang dari timur ke barat dan setiap sore muda mudi bantaeng banyak yang duduk disini sambil menanti matahari terbenam(sunset) yang dapat dijumpai setiap hari.Selain itu, tiap sabtu sore hingga malam minggu tempat ini di ramaikan dengan para pedagang yang menjajakan barang dagangannya mulai dari barang yang baru hingga barabg bekas atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan cakar dan sepanjang pantai berjejer rumah makan jika anda merasa lapar.
Dermaga dengan konstruksi kayu itu menjadi tempat bersantai para anak muda di waktu sore han. Di dekatnya terdapat cafetaria, tempat yang menjual makanan dan minuman ringan serta menyajikan musik.
Sepanjang pantai terdapat tempat duduk yang terbuat dari tembok yng memanjang dari timur ke barat dan setiap sore muda mudi bantaeng banyak yang duduk disini sambil menanti matahari terbenam(sunset) yang dapat dijumpai setiap hari.Selain itu, tiap sabtu sore hingga malam minggu tempat ini di ramaikan dengan para pedagang yang menjajakan barang dagangannya mulai dari barang yang baru hingga barabg bekas atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan cakar dan sepanjang pantai berjejer rumah makan jika anda merasa lapar.
F. WARNA WARNI WISATA
BUDAYA “BUTTATOA” BANTAENG
Pesona
objek wisata Bantaeng seakan tidak ada habisnya. Selain wisata alam yang
menyajikan pemandangan yang begitu indah, juga memiliki wisata budaya yang tak
kalah menariknya dengan daerah lain.
Kabupaten
Bantaeng adalah merupakan salah satu kabupaten dari 23 kabupaten dan kota yang
terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini membentang dari arah barat
ke timur dengan lokasi di pesisir pantai. Jarak dari arah Kota Makassar sekitar 123 km, dan dapat ditempuh sekitar 2
hingga 2,5 jam dengan menggunakan alat transportasi darat, baik mobil maupun
motor.
Bantaeng
sendiri berbatasan dengan kabupaten Jeneponto dari arah barat, Bulukumba dari
arah Timur, Gowa dari arah Utara, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan
Laut Flores.
Kabupaten
Bantaeng memiliki potensi wisata, baik wisata alam, budaya, maupun wisata
lainnya. Maka tidak salah lagi apabila di kota yang berjuluk “Buttatoa” ini
memiliki warna warni wisata. Terkhusus pada wisata budaya, terdapat beberapa
wisata budaya di Kabupaten Bantaeng, antara lain :
1.
Rumah Adat Balla Lompoa
Rumah adat Balla Lompoa merupakan
kediaman seorang raja pada zaman kerajaan di Butta toa, yakni Karaeng Pawiloi
yang memimpin kerajaan Bantaeng, pada Tahun 1912-1947. Salah satunya adalah
Balla Lompoa yang terletak di Jalan Bolu, Kampung Lantebung (ilalang),
Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng. Rumah adat yang satu ini berbentuk rumah
panggung yang terdiri dari bangunan induk dan bangunan tambahan samping sebagai
serambi.
Bubungan atapnya berbentuk
segituga dan terdapat anjungan berbentuk kepala naga pada bagian depan dan ekor
naga pada bagian belakang yang terbuat dari kayu. Pada Balla Lompoa (rumah
besar) ini berbagai acara adat diselenggarakan dan juga sebagai tempat penyimpanan
sejumlah benda pusaka.
2.
Makam Raja-Raja La Tenri Ruwa
Makam raja-raja La Tenri Ruwa
merupakan kompleks makam yang terletak di tengah Kota Bantaeng, tepatnya di
Jalan Pemuda Lingkungan Lembang Cina, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan
Bantaeng. Lokasi makam tersebut berjarak sekitar 130 kilometer dari arah Kota
Makassar. Beberapa keunikan yang dimiliki atas makam yang satu ini, karena pada
daerah pemakaman tersebut bukan lagi menjadi hal mistis bagi kalangan
anak-anak.
Dalam makam La Tenri Ruwa ada
banyak pemandangan menarik yang dapat dinikmati para pengunjungnya. Bahkan di
sini terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman dan ruang istrahat yang
pastinya turut menambah keelokan makam dari Raja Bone ke-11. Raja Bone ke-11
merupakan raja yang pertama kali menerima ajakan dari Raja Gowa ke-14 I
Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk Agama Islam. Makam La
Tenri Ruwa sangat melegenda dan begitu dikenang di Bantaeng, karena La Tenri
Ruwa memilih tinggal di Bantaeng setelah merasa terkucilkan di tanah
kelahirannya Bone. Namanya pun bahkan dipatenkan menjadi maskot di pekuburan
para bangsawan di Bantaeng.
3.
Mesjid Tua Lompong
Mesjid Tua Lompong merupakan
mesjid kuno yang memiliki atap tumpang tiga dan menjadi salah satu objek yang
dikunjungi wisatawan. Lokasinya berada jalan poros Bantaeng-Makassar, tepatnya
di Jalan Bolu, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng Propinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia.
Perwajahan dari mesjid yang
menempati areal tanah wakaf seluas 857 meter persegi ini memiliki atap bentuk
tumpang tiga. Bangunan induknya terdiri dari penampil dan tubuh masjid. Dinding
masjid di bagian utara, selatan, dan barat terbuat dari tembok yang mempunyai
ventilasi udara dan roster porselin berwarna hijau. Dinding masjid di bagian
Timur terdiri dan empat pilar dengan arsitek Eropa.
Pada puncak masjid terdapat
mustak yang terbuat dari keramik masa dinasti Ming. Di dalam halaman sebelah
timur masjid terdapat dua buah gapura pintu masuk yang berbentuk setengah
lingkaran.
Lalu di sebelah kiri dan kanan
gapura terdapat dua buah kolam yang dapat difungsikan sebagai tempat berwudhu.
4.
Gua Batu Ejayya
Gua Batu Ejayya terletak di
Kelurahan Bontojaya, Kecamatan Bissappu. Lokasinya berjarak sekitar 16
kilometer dari pusat kota Bantaeng dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 45
menit. Cukup mudah menjangkau tempat ini dan jalan aksesnya relatif bagus untuk
segala jenis kendaraan. Meski sedikit berbatu, pemandangan selama perjalanan
terbilang indah. Pengunjung disuguhi pemandangan pohon kapuk randu besar yang
berjejer.
Objek wisata Gua Batu Ejayya
tergolong unik dan langka. Gua ini dikelilingi bebatuan karst. Bahkan berbagai
cerita yang berkembang mengatakan kalau tempat ini merupakan rumah pertama
pribumi Bantaeng. Banyak keunikan saat mengeksplorasi setiap sudut gua. Salah
satunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar