Senin, 17 Juni 2013

BUTTA TOA BANTAENG


PROFIL KABUPATEN BANTAENG
A.       Kondisi geografis dan kependudukan
Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26" lintang selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur timur. Berjarak 125 Km kearah selatan dari Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83 Km2 dengan jumlah penduduk 170.057 jiwa (2006) dengan rincian Laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan 87.452 jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang. Sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan.
Kabupaten Bantaeng yang luasnya mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk dikembangkan lebih lanjut. Lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di Kabupaten Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha. Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di kabupaten Bantaeng sebesar 6.222 Ha (2006).

Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila Bantaeng sangat mengandalkan sektor pertanian. Masuk dalam pengembangan Karaeng Lompo, sebab memang jenis tanaman sayur-sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol. Data terakhir menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton (2006). Selain kentang, holtikultura lainnya adalah kool 1.642 ton, wortel 325 ton dan buah-buahan seperti pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama mengalami peningkatan yang cukup berarti.

B.       Sejarah terbentuknya Bantaeng
Komunitas Onto memiliki sejarah tersendiri yang menjadi cikal bakal Bantaeng. Menurut Karaeng Imran Masualle salah satu generasi penerus dari kerajaan Bantaeng, dulunya daerah Bantaeng ini masih berupa lautan. Hanya beberapa tempat tertentu saja yang berupa daratan yaitu daerah Onto dan beberapa daerah di sekitarnya yaitu Sinoa, Bisampole, Gantarang keke, Mamapang, Katapang dan Lawi-Lawi. Masing-masing daerah ini memiliki pemimpin sendiri-sendiri yang disebut dengan Kare’. Suatu ketika para Kare yang semuanya ada tujuh orang tersebut, bermufakat untuk mengangkat satu orang yang akan memimpin mereka semua.
Sebelum itu mereka sepakat untuk melakukan pertapaan lebih dulu, untuk meminta petunjuk kepada Dewata (Yang Maha Kuasa) siapa kira-kira yang tepat menjadi pemimpin mereka. Lokasi pertapaan yang dipilih adalah daerah Onto. Ketujuh Kare itu kemudian bersamadi di tempat itu. Tempat-tempat samadi itu sekarang disimbolkan dengan Balla Tujua (tujuh rumah kecil yang beratap, berdidinding dan bertiang bambu). Pada saat mereka bersemadi, turunlah cahaya ke Kare Bisampole (Pimpinan daerah Bisampole) dan terdengar suara :”Apangaseng antu Nuboya Nakadinging-dinginganna” (Apa yang engkau cari dalam cuaca dingin seperti ini). Lalu Kare Bisampole menjelaskan maksud kedatangannya untuk mencari orang yang tepat memimpin mereka semua, agar tidak lagi terpisah-pisah seperti sekarang ini. Lalu kembali terdengar suara: “Ammuko mangemako rimamampang ribuangayya Risalu Cinranayya (Besok datanglah kesatu tempat permandian yang terbuat dari bamboo).
Keesokan harinya mereka mencari tempat yang dimaksud di daerah Onto. Di tempat itu mereka menemukan seorang laki-laki sedang mandi. “Inilah kemudian yang disebut dengan To Manurunga ri Onto,” jelas Karaeng Burhanuddin salah seorang dari generasi kerajaan Bantaeng. Lalu ketujuh Kare menyampaikan tujuannya untuk mencari pemimpin, sekaligus meminta Tomanurung untuk memimpin mereka. Tomanurung menyatakan kesediaannya, tapi dengan syarat. “Eroja nuangka anjari Karaeng, tapi nakkepa anging kau leko kayu, nakke je’ne massolong ikau sampara mamanyu” (saya mau diangkat menjadi raja pemimpin kalian tapi saya ibarat angin dan kalian adalah ibarat daun, saya air yang mengalir dan kalian adalah kayu yang hanyut),” kata Tomanurung.
Ketujuh Kare yang diwakili oleh Kare Bisampole pun menyahut; “Kutarimai Pakpalanu tapi kualleko pammajiki tangkualleko pakkodii, Kualleko tambara tangkualleko racung.” (Saya terima permintaanmu tapi kau hanya kuangkat jadi raja untuk mendatangkan kebaikan dan bukan untuk keburukan, juga engkau kuangkat jadi raja untuk jadi obat dan bukannya racun). Maka jadilah Tomanurung ri Onto ini sebagai raja bagi mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala penjuru maka daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto (Gadis jelitanya Onto)
Setelah itu mereka pun berangkat ke arah yang sekarang disebut gamacayya. Di satu tempat mereka bernaung di bawah pohon lalu bertanyalah Tomanurung pohon apa ini, dijawab oleh Kare Bisampole: Pohon Taeng sambil memandang kearah enam kare yang lain. Serentak kenam kare yang lain menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat). Dari sinilah kemudian muncul kata Bantaeng dari dua kata tadi yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran Masualle.
Konon karena daerah Onto ini menjadi daerah sakral dan perlindungan bagi keturunan raja Bnataeng bila mendapat masaalah yang besar, maka bagi anak keturunan kerajaan tidak boleh sembarangan memasuki daerah ini, kecuali diserang musuh atau dipakaikan dulu tanduk dari emas. Namun kini hal itu hanya cerita. Karena menurut Karaeng Burhanuddin semua itu telah berubah akibat kebijakan Pemda yang telah melakukan tata ruang terhadap daerah ini. Kini Kesakralan daerah itu hanya tinggal kenangan.
Tanggal 7 (tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di Onto dan Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu: Kare Onto, Bissampole, Sinowa, Gantarangkeke, Mamampang, Katapang dan Lawi-Lawi.
Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli 1667 terjadi perang Makassar, dimana tentara Belanda mendarat lebih dahulu di Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan lumbung pasngan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal, karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng sebagai bagian Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan perlawanan besar-besaran.
Bulan 12 (dua belas), menunjukkan sistem Hadat 12 atau semacam DPRD sekarang yang terdiri dari perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala Kampung) sebagai anggotanya yang secara demokratis mennetapkan kebijaksanaan pemerintahan bersama Karaeng Bantaeng.
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Raja Kertanegara memperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Penentuan autentik Peta Singosari ini jelas membuktikan Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu.
Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada sejak tahun 500 masehi, sehingga dijuluki Butta Toa atau Tanah Tuo (Tanah bersejarah).
Selanjutnya laporan peneliti Amerika Serikat Wayne A. Bougas menyatakan Bantayan adalah Kerajaan Makassar awal tahun 1200-1600, dibuktikan dengan ditemukannya penelitian arkeolog dan para penggali keramik pada bagian penting wilayah Bantaeng yakni berasal dari dinasti Sung (960-1279) dan dari dinasti Yuan (1279-1368).
Dengan demikian, maka sesuai kesepakatan yang telah dicapai oleh para pakar sejarah, sesepuh dan tokoh masyarakat Bantaeng pada tanggal 2-4 Juli 1999. berdasarkan Keputusan Mubes KKB nomor 12/Mubes KKB/VII/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang penetapan Hari Jadi Bantaeng maupun kesepatan anggota DPRD Tingkat II Bantaeng, telah memutuskan bahwa sangat tepat Hari Jadi Bantaeng ditetapkan pada tanggal 7 bulan 12 tahun 1254, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor: 28 tahun 1999.

C.      Daftar Nama Kecamatan Kelurahan/Desa & Kodepos Di Kota/Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
Berikut ini adalah daftar nama-nama Kelurahan / Desa dan Kecamatan beserta nomor kode pos (postcode / zip code) pada Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Republik Indonesia.
1.         Kecamatan Bantaeng
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Bantaeng di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Karatuang (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Kayu Loe (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Lembang (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Mallilingi (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Pallantikang (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Tappanjeng (Kodepos : 92411)
-      Kelurahan/Desa Lamalaka (Kodepos : 92412)
-      Kelurahan/Desa Onto (Kodepos : 92413)
-      Kelurahan/Desa Letta (Kodepos : 92415)
2.    Kecamatan Bissappu
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Bissappu di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Bonto Atu (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Cinde (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Jai (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Jaya (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Langkasa (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Lebang (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Loe (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Manai (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Rita (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Salluang (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Sunggu (Kodepos : 92451)
3.    Kecamatan Eremerasa
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Eremerasa di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Ulugalung (Kodepos : 92414)
-      Kelurahan/Desa Barua (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Kampala (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Lonrong (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Mamampang (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Mappilawing (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Pa Bentengan (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Pa Bumbungan (Kodepos : 92415)
-      Kelurahan/Desa Parangloe (Kodepos : 92415)
4.    Kecamatan Gantarang Keke / Gantareng Keke
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Gantarang Keke / Gantareng Keke di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Bajiminasa (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Gantarangkeke (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Kaloling (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Layoa (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Tanahloe (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Tombolo (Kodepos : 92461)
5.    Kecamatan Pajukukang
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Pajukukang di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Baruga (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Batu Karaeng (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Biangkeke (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Biangloe (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Borongloe (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Lumpangan (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Nipa-Nipa (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Pajukukang (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Papanloe (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Rappoa (Kodepos : 92461)
6.    Kecamatan Sinoa
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Sinoa di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Bonto Bulaeng (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Karaeng (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Maccini (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Majannang (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Matene (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Tiro (Kodepos : 92451)
7.    Kecamatan Tompobulu
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Tompobulu di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Balumbung (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Banyorang (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Bonto Tappalang (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Bonto-Bontoa (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Campaga (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Ereng-Ereng (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Labbo (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Lembang Gantarangkeke (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Pattallassang (Kodepos : 92461)
-      Kelurahan/Desa Pattaneteang (Kodepos : 92461)
8.    Kecamatan Uluere
Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Uluere di Kota/Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) :
-      Kelurahan/Desa Bonto Daeng (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Lojong (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Marannu (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Rannu (Kodepos : 92451)
-      Kelurahan/Desa Bonto Tallasa (Kodepos : 92451)
-    Kelurahan/Desa Bonto Tangnga (Kodepos : 92451)

D.       Raja-Raja yang pernah memerintah
Berikut ini adalah daftar nama-nama raja yang pernah memerintah di wilayah Kabupaten Bantaeng, yaitu:
  1. Bantayan pada awalnya sebagai Kerajaan yakni tahun 1254 - 1293 yang mana diperintah oleh Mula Tau yang bergelar To Toa
     yang memimpin Kerajaan Bantaeng yang terdiri dari 7 Kawasan yang masing diantaranya dipimpin oleh Karaeng,
     yaitu Kare Onto, Kare Bissampole, Kare Sinoa, Kare Gantarang Keke, Kare Mamampang, Kare Katampang dan Kare Lawi-Lawi,
     yang semua Kare tersebut dikenal dengan nama “Tau Tujua”
  2. Sesudah Mula Tau, maka Raja kedua yang memerintah yaitu Raja Massaniaga pada tahun 1293.
  3. Pada tahun 1293 - 1332 dipimpin oleh To Manurung atau yang bergelar Karaeng Loeya.
  4. Tahun 1332 - 1362 dipimpin oleh Massaniaga Maratung.
  5. Tahun 1368 - 1397 dipimpin oleh Maradiya.
  6. Tahun 1397 - 1425 dipimpin oleh Massanigaya.
  7. Tahun 1425 - 1453 dipimpin oleh I Janggong yang bergelar Karaeng Loeya.
  8. Tahun 1453 - 1482 dipimpin oleh Massaniga Karaeng Bangsa Niaga.
  9. Tahun 1482 - 1509 dipimpin oleh Daengta Karaeng Putu Dala atau disebut Punta Dolangang.
 10. Tahun 1509 - 1532 dipimpin oleh Daengta Karaeng Pueya.
 11. Tahun 1532 - 1560 dipimpin oleh Daengta Karaeng Dewata.
 12. Tahun 1560 - 1576 dipimpin oleh I Buce Karaeng Bondeng Tuni Tambanga.
 13. Tahun 1576 - 1590 dipimpin oleh I Marawang Karaeng Barrang Tumaparisika Bokona.
 14. Tahun 1590 - 1620 dipimpin oleh Massakirang Daeng Mamangung Karaeng Majjombea Matinroa ri Jalanjang Latenri Rua.
 15. Tahun 1620 - 1652 dipimpin oleh Daengta Karaeng Bonang yang bergelar Karaeng Loeya.
 16. Tahun 1652 - 1670 dipimpin oleh Daengta Karaeng Baso To Ilanga ri Tamallangnge.
 17. Tahun 1670 - 1672 dipimpin oleh Mangkawani Daeng Talele.
 18. Tahun 1672 - 1687 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Baso (kedua kalinya).
 19. Tahun 1687 - 1724 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Ngalle.
 20. Tahun 1724 - 1756 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Manangkasi.
 21. Tahun 1756 - 1787 dipimpin oleh Daeng Ta Karaeng Loka.
 22. Tahun 1787 - 1825 dipimpin oleh Ibagala Daeng Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang.
 23. Tahun 1825 - 1826 dipimpin oleh La Tjalleng To Mangnguliling Karaeng Tallu Dongkonga ri Bantaeng
     yang bergelar Karaeng Loeya ri Lembang.
 24. Tahun 1826 - 1830 dipimpin oleh Daeng To Nace (Janda Permaisuri, Kr. Bagala Dg. Mangnguluang Tunijalloka ri Kajang).
 25. Tahun 1830 - 1850 dipimpin oleh Mappaumba Daeng To Magassing.
 26. Tahun 1850 - 1860 dipimpin oleh Daeng To Pasaurang.
 27. Tahun 1860 - 1866 dipimpin oleh Karaeng Basunu.
 28. Tahun 1866 - 1877 dipimpin oleh Karaeng Butung.
 29. Tahun 1877 - 1913 dipimpin oleh Karaeng Panawang.
 30. Tahun 1913 - 1933 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi.
 31. Tahun 1933 - 1939 dipimpin oleh Karaeng Mangkala
 32. Tahun 1939 - 1945 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang
 33. Tahun 1945 - 1950 dipimpin oleh Karaeng Pawiloi (kedua kalinya).
 34. Tahun 1950 - 1952 dipimpin oleh Karaeng Andi Mannapiang (kedua kalinya).
 35. Tahun 1952 - Karaeng Massoelle (sebagai pelaksana tugas).
·           MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA
Pemerintahan birokrasi secara resmi dimulai ketika Pemerintahan Hindia BElanda sejak tanggal 14 November 1737 menempatkan basis pemerintahan dengan status Afdeeling yang membawahi beberapa wilayah Onder Afdeeling yang berpusat di Bantaeng, dengan pejabat pementahannya dsebut Residen Gezaghebber yang setingkat dengan Bupati sekarang ini.
Pusat Pemerintahan diwilayah selatan ini sangat strategis sebagai pusat niaga, dimana Bhontain memiliki bandar pelabuah yang maju sejak Kerajaan Singosari dan Majapahit dimasa lalu dan bekas Kantor Residen Kepala Afdeeling Bonthain masih dapat dilihat Markas KODIM 1410 sekarang dan Kantor Pemerintahan Negara ( KPN ) sebagai Onder Afdeeling Bonthain digunakan Kantor Polsek Bantaeng saat ini.
Sejak tahun 1727 hingga tahun 1941 tercatat 90 kali pergantian pejabat pemerintahan denga Residen pertama bernama Camerling seorang Belanda yang ditugaskan oleh Belanda sebgai pejabat pemerintahan di dua daerah, yakni Bhontain dan Bulukumba. Kemudian sejak tahun 1893 keresidenan diperluas dengan bergabungnya daerah Binamu ( Jeneponto ), dan selanjutnya sejak tahun 1910 Afdeling Bonthain ketika Jepang menguasai Asia dan menjajah Indonesia pada tahun 1942, maka berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda
·           MASA PEMERINTAHAN JEPANG
Ketika Belanda menyedah kepada Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Jepang menguasai Bantaeng hingga tahun 1945 pusat pemerintahan ada di Makassar denga pejabat pemerintahan Jepang bernama Yamashita, yang meliputi seluruh daerah bagian selatan termasuk Bantaeng.
Dalam masa pemerintahan Jepang, banyak pejuang didaerah ini ikut serta bersatu padu dengan pejuang didaerah lain utnuk mewujudkan kemerdekaan Bangsa terutama menghadapi kekejaman penjajah Jepang di Indonesia.
·           MASA PEMERINTAHAN NIT DAN RIS
Pada saat pemerintahan peralihan , khususnya setelah berdirinya Negara Indonesi Timur dan Republik Indonesia Serikat, maka disusunlah pemerintahan baru dengan putera -putera Indonesia asli sebagai pejabat. Untuk pertama kalinya di daerah ini , seorang pejabat pribumi memimpin pemerintahan dengan jabatan Boofd Beestutrs Hoofd, yakni :
Abdurrachman Daeng Mamangung pada tahun 1949 – 1950
Mohammad Ali tahun 1950
Andi Sultan Daeng Radja tahun 1950 – 1951, yang kemudian menjabat kepala Afdeeling dengan tetap membawahi Onder Afdeeling Bonthain, Bulukumba dan Selayar.
Abdul Latief Daeng Massiki kemudian menggantikan sementara tahun 1951, ketika Andi Sultan Daeng Radja harus berangkat ke Jakarta sebagai salah seorang wakil Sulawesi ketika menyatakan tekad dan dukungan kepada pemerintah Republik Indonesia dan mnunjuk Dr. Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi .

MASA TERBENTUKNA KABUPATEN DAERAH TK. II BANTAENG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1959

Berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi , maka status Bonthain sebagai daerah Afdeeling berakhir dan selanjutnya menjadi Kabupaten Daerah Tingkat I Bonthain. Pada tahun itu juga, maka nama Bonthain berubah menjadi Bantaeng dengan alas an nama itu tidak sesuai dengan alasan kemerdekaan , karena nama Bonthain berbau ciptaan Belanda.
Sebagai Bupati Kepala Daerah yang pertama ditunjuk adalah sebagai berikut :
1.      A. Rivai Bulu yang dilantik pada tanggal 1 Februari 1960 oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 1965
2.      Aru Saleh tahun 1965 sampai tahun 1966 menjabat Kepala Daerah sementara.
3.      Haji. Solthan tahun 1966 sampai tahun 1971 berdasarkan hasil pemilihan secara Demokratisyang pertama kali dilaksanakan didaerah ini melalui DPR, Haji Solthan kemudian memasuki masa jabatan kedua tahun 1971 sampai tahun 1978
4.   Drs. Haji Darwis Wahab selanjutnya terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah tahun 1978 sampai tahun  1982 dan dilanjutkan pda masa jabatan kedua tahun 1982 sampai tahun 1988.
5.    Drs. H. Malingkai Maknun menjabat Bupati KEpala Darah tahun 1988 sampai tahun 1993.
6.    Drs. HM. Said Saggaf, M.Si. tahun 1993 sampai tahun 1998.
7.   Drs. H. Asikin Solthan. M.Si. tahun 1998 sampai tahun 2003, dilanjut masa jabatan kedua kalinya Tahun 2003 sampai tahun 2008. Perlu diketahui bahwa Drs. H. Azikin Sulthan . M.Si. adalah sebagai Bupati Kepala Daerah pertama pada era reformasi hingga memauki berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merubah status sebagai daerah Otonomi.
8.    Tahun 2008 - sekarang  DR. Ir. HM. Nurdin Abduah, M.Agr.

E.       Industri dan pariwisata
Sektor industri menjadi pilihan kedua untuk dikembangkan di Kabupaten Bantaeng yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pengembangan sektor industri sangat berpeluang dimasa mendatang, namun membutuhkan investor yang sangat kuat. Dengan perkembangan sektor industri, dampaknya sangat positif, sebab disamping meningkatkan pendapatan masyarakat juga menyerap banyak tenaga kerja. Industri-industri yang berkembang antara lain adalah industri pembersih biji kemiri, pembuatan gula merah, pertenunan godongan, pembuatan perabot rumah tangga dari kayu, anyaman bambu atau daun lontar dan lain-lain.
Sektor lain yang perlu diperhitungkan adalah sektor pariwisata. Kabupaten Bantaeng memiliki peninggalan sejarah yang tercatat dalam buku-buku sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut sangat menarik untuk dikunjungi. Tak heran memang jika pemerintah kabupaten setempat sangat menaruh perhatian terhadap pariwisata. Terbukti direnovasinya berbagai objek wisata alam menjadi tempat menarik, sepeti permandian alam Bissappu. Juga dipeliharanya peningalan-peninggalan sejarah seperti Balla Tujua yang merupakan kebanggaan masyarakat setempat.

Tempat-tempat wisata Kabupaten Bantaeng
1.    Permandian Alam Eremarasa
     Terletak di desa kampala,kecamatan eremerasa,sekitar 16km dari kota Bantaeng dengan melewati jalan aspal yang sesekali menanjak dan sepanjang perjalanan mata akan di manjakan dengan pemandangan hamparan sawah dan hijaunya alam Bantaeng. selain itu,anda juga dapat melihat rumah-rumah panggung milik penduduk sekitar di areal persawahan
Di sekitar permadian tersebut udara terasa sejuk itu dikarenakan berada di daerah ketinggian,disini terdapat  dua buah kolam renang yang masing-masing kolam untuk dewasa dan anak-anak, dan yang membuat air di kolam terasa sejuk bagaikan air dari kulkas itu karena airnya langsung teraliri dari perut sebuah bukit yang berada tepat disisi kolam.
Selain mandi di kolam, aktivitas mandi juga bisa dilakukan disebuah aliran air yang terbentuk karena aliran air yang keluar langsung dari akar-akar pohon besar yang telah berumur ratusan tahun yang berada di sekitar kolam.

1.      Pantai Marina
   Terletak di Desa Baruga, Kecamatan Pajukukang, sekitar 18 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 30 menit, melewati jalan poros Bantaeng ke arah Kabupaten Bulukumba. Pantai pasir putih ini terletak tidak jauh dari jalan raya.
Pengunjung dapat menggunakan mobil ataupun motor untuk menuju tempat tersebut.Dari jalan raya terdapat jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor yang jaraknya tak lebih dari 1km dari jalan poros Bantaeng ke arah Bulukumba tapi jika anda kelelahan,lapar ataupun haus dalam perjalanan anda dapat beristrahat di tempat persinggahan ataupun Pusat jajanan yang terletak di depan sebelum gerbang loket masuk Pantai marina.
Di tempat tersebut anda dapat melakukan berbagai aktivitas pantai seperti berjemur, olahraga pantai dan berenang.Selain itu, disini juga terdapat penginapan, dan lapangan tenis.

3.   Air Terjun Bissappu
   Terletak di Desa Bonto Salluang, Kecamatan Bissappu, sekitar 5 kilometer dan Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 15 menit, melewati jalan aspal dengan tanjakan berkelok-kelok.
Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan di waktu pagi atau sebelurn siang hari. Di sepanjang jalan, anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di kanan-kiri jalan. Setelah tiba di lokasi tujuan wisata, anda dapat menyaksikan pohon jati di sekitar air terjun.
Untuk dapat melihat air terjun, pengunjung harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah.

4. Hutan Wisata Gunung Loka dan Resort Outbond
   Terletak di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Uluere, sekitar 24 kilometer dari Kota Bantaeng. Perjalanan     menuju ke sana dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 90 menit, melewati Kecamatan Bissappu.
Jalan menuju kesana berkelok -kelok dan menanjak tapi sepanjang perjalanan anda akan disuguhi pemandangan yang sangat memukau dan udara yang sejuk karena berada di ketinggian

5. Pantai Seruni
Terletak di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, berada dalam Kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 5 menit, melewati jalan poros. Di sini ada dermaga sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan atau perahu yang membawa barang.
Dermaga dengan konstruksi kayu itu menjadi tempat bersantai para anak muda di waktu sore han. Di dekatnya terdapat cafetaria, tempat yang menjual makanan dan minuman ringan serta menyajikan musik.
Sepanjang pantai terdapat tempat duduk yang terbuat dari tembok yng memanjang dari timur ke barat dan setiap sore muda mudi bantaeng banyak yang duduk disini sambil menanti matahari terbenam(sunset) yang dapat dijumpai setiap hari.Selain itu, tiap sabtu sore hingga malam minggu tempat ini di ramaikan dengan para pedagang yang menjajakan barang dagangannya mulai dari barang yang baru hingga barabg bekas atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan cakar dan sepanjang pantai berjejer rumah makan jika anda merasa lapar.


F. WARNA WARNI WISATA BUDAYA “BUTTATOA” BANTAENG
Pesona objek wisata Bantaeng seakan tidak ada habisnya. Selain wisata alam yang menyajikan pemandangan yang begitu indah, juga memiliki wisata budaya yang tak kalah menariknya dengan daerah lain.
Kabupaten Bantaeng adalah merupakan salah satu kabupaten dari 23 kabupaten dan kota yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini membentang dari arah barat ke timur dengan lokasi di pesisir pantai. Jarak dari arah Kota Makassar  sekitar 123 km, dan dapat ditempuh sekitar 2 hingga 2,5 jam dengan menggunakan alat transportasi darat, baik mobil maupun motor.

Bantaeng sendiri berbatasan dengan kabupaten Jeneponto dari arah barat, Bulukumba dari arah Timur, Gowa dari arah Utara, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores.
Kabupaten Bantaeng memiliki potensi wisata, baik wisata alam, budaya, maupun wisata lainnya. Maka tidak salah lagi apabila di kota yang berjuluk “Buttatoa” ini memiliki warna warni wisata. Terkhusus pada wisata budaya, terdapat beberapa wisata budaya di Kabupaten Bantaeng, antara lain :

1.        Rumah Adat Balla Lompoa
Rumah adat Balla Lompoa merupakan kediaman seorang raja pada zaman kerajaan di Butta toa, yakni Karaeng Pawiloi yang memimpin kerajaan Bantaeng, pada Tahun 1912-1947. Salah satunya adalah Balla Lompoa yang terletak di Jalan Bolu, Kampung Lantebung (ilalang), Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng. Rumah adat yang satu ini berbentuk rumah panggung yang terdiri dari bangunan induk dan bangunan tambahan samping sebagai serambi.
Bubungan atapnya berbentuk segituga dan terdapat anjungan berbentuk kepala naga pada bagian depan dan ekor naga pada bagian belakang yang terbuat dari kayu. Pada Balla Lompoa (rumah besar) ini berbagai acara adat diselenggarakan dan juga sebagai tempat penyimpanan sejumlah benda pusaka.


2.        Makam Raja-Raja La Tenri Ruwa
Makam raja-raja La Tenri Ruwa merupakan kompleks makam yang terletak di tengah Kota Bantaeng, tepatnya di Jalan Pemuda Lingkungan Lembang Cina, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng. Lokasi makam tersebut berjarak sekitar 130 kilometer dari arah Kota Makassar. Beberapa keunikan yang dimiliki atas makam yang satu ini, karena pada daerah pemakaman tersebut bukan lagi menjadi hal mistis bagi kalangan anak-anak.
Dalam makam La Tenri Ruwa ada banyak pemandangan menarik yang dapat dinikmati para pengunjungnya. Bahkan di sini terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman dan ruang istrahat yang pastinya turut menambah keelokan makam dari Raja Bone ke-11. Raja Bone ke-11 merupakan raja yang pertama kali menerima ajakan dari Raja Gowa ke-14 I Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk Agama Islam. Makam La Tenri Ruwa sangat melegenda dan begitu dikenang di Bantaeng, karena La Tenri Ruwa memilih tinggal di Bantaeng setelah merasa terkucilkan di tanah kelahirannya Bone. Namanya pun bahkan dipatenkan menjadi maskot di pekuburan para bangsawan di Bantaeng.

3.        Mesjid Tua Lompong
Mesjid Tua Lompong merupakan mesjid kuno yang memiliki atap tumpang tiga dan menjadi salah satu objek yang dikunjungi wisatawan. Lokasinya berada jalan poros Bantaeng-Makassar, tepatnya di Jalan Bolu, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Perwajahan dari mesjid yang menempati areal tanah wakaf seluas 857 meter persegi ini memiliki atap bentuk tumpang tiga. Bangunan induknya terdiri dari penampil dan tubuh masjid. Dinding masjid di bagian utara, selatan, dan barat terbuat dari tembok yang mempunyai ventilasi udara dan roster porselin berwarna hijau. Dinding masjid di bagian Timur terdiri dan empat pilar dengan arsitek Eropa.
Pada puncak masjid terdapat mustak yang terbuat dari keramik masa dinasti Ming. Di dalam halaman sebelah timur masjid terdapat dua buah gapura pintu masuk yang berbentuk setengah lingkaran.
Lalu di sebelah kiri dan kanan gapura terdapat dua buah kolam yang dapat difungsikan sebagai tempat berwudhu.

4.        Gua Batu Ejayya
Gua Batu Ejayya terletak di Kelurahan Bontojaya, Kecamatan Bissappu. Lokasinya berjarak sekitar 16 kilometer dari pusat kota Bantaeng dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 45 menit. Cukup mudah menjangkau tempat ini dan jalan aksesnya relatif bagus untuk segala jenis kendaraan. Meski sedikit berbatu, pemandangan selama perjalanan terbilang indah. Pengunjung disuguhi pemandangan pohon kapuk randu besar yang berjejer.
Objek wisata Gua Batu Ejayya tergolong unik dan langka. Gua ini dikelilingi bebatuan karst. Bahkan berbagai cerita yang berkembang mengatakan kalau tempat ini merupakan rumah pertama pribumi Bantaeng. Banyak keunikan saat mengeksplorasi setiap sudut gua. Salah satunya

Tidak ada komentar: